Senin, 29 Agustus 2011

Kurang Energi Protein (KEP)

Definisi Kurang Energi Protein

Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80 % indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah (Supariasa, 2001).
Menurut Soekirman (2000) Kurang Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang dianggap oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita.
Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition dapat diartikan sebagai salah satu penyakit gangguan gizi yang penting dimana pada penyakit KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang sangat ringan sampai berat (Pudjiadi, 2001)

Faktor Penyebab KEP

Penyebab penting terjadinya KEP adalah dimana kesadaran akan kebersihan baik personal hygiene maupun kebersihan lingkungan yang masih kurang sehingga memudahkan balita untuk terserang penyakit infeksi (Nency dan Tohar, 2005). Terlihat pula adanya sinergisme antara status gizi dan infeksi. Keduanya dipengaruhi oleh makanan, kualitas mengasuh anak, kebersihan lingkungan dan lain-lain yang kesemuanya mencerminkan keadaan sosial-ekonomi penduduk serta lingkungan pemukimannya. Menurut Soekirman (2000) beberapa faktor yang dapat menyebabkan KEP, yaitu penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah, pokok masalah, seperti yang tergambar pada bagan di bawah ini.

Penyebab Langsung

Penyebab langsung terjadinya KEP yaitu makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Timbulnya KEP tidak hanya makanan yang kurang tetapi karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya akan menderita KEP. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi, kurang nafsu makan, dan akhirnya mudah terserang KEP. Dalam kenyataan keduanya (makanan dan penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab KEP (Soekirman, 2000).

Penyebab Tidak Langsung

Menurut Soekirman (2000), penyebab tidak langsung seperti diuraikan di atas timbul karena tiga faktor penyebab tidak langsung yaitu:
1) Tidak cukup tersedia pangan atau makanan keluarga.
Tidak cukupnya persediaan pangan dikeluarga menunjukkan adanya kerawanan ketahanan pangan keluarga (household food insecurity). Artinya kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan pangan, baik jumlah maupun mutu gizinya. Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga yang dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan keluarga.
2) Pola pengasuhan anak yang tidak memadai.
Pola pengasuhan anak adalah sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal dekatnya dengan anak memberikan makanan, merawat menjaga kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya. Semuanya itu sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pola asuh yang tidak memadai dapat menyebabkan anak tidak suka makan atau tidak diberi makanan seimbang, dan juga dapat memudahkan terjadinya infeksi. Pola asuh anak berhubungan dengan keadaan ibu seperti kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik. Gizi buruk akibat kurang makan biasanya terjadi pada keluarga miskin, sedangkan untuk pola asuh yang salah terjadi pada keluarga mampu yang kurang memperhatikan keseimbangan gizi makanan anaknya. Pola asuh anak berpengaruh secara signifikan terhadap timbulnya kasus gizi buruk. Menurut Roesli (2004), pola asuh yang berpengaruh terhadap kebutuhan dasar anak adalah asah, asih dan asuh.
  • Asah, menunjukkan kebutuhan akan stimulasi atau rangsangan yang akan merangsang perkembangan kecerdasan anak secara optimal. Ibu yang menyusui merupakan guru pertama yang terbaik bagi bayinya. Seringnya bayi menyusu membuatnya terbiasa berhubungan dengan manusia lain dan dalam hal ini dengan ibunya. Dengan demikian perkembangan sosialnya akan baik dan ia akan mudah berinteraksi dengan lingkungannya kelak. Kebutuhan ini juga berkaitan dengan psikomotor dalam perkembangan anak.
  • Asih, menunjukkan kebutuhan bayi untuk perkembangan emosi dan spiritualnya. Yang terpenting disini adalah pemberian kasih sayang dan perasan aman yang diwujudkan dalam kontak fisik dan psikis sedini mungkin. Seorang bayi yang merasa aman, karena merasa dilindungi, akan berkembang menjadi orang dewasa yang mandiri dengan emosi yang stabil.
  • Asuh, menunjukkan kebutuhan bayi untuk pertumbuhan otaknya. Untuk pertumbuhan suatu jaringan sangat dibutuhkan nutrisi atau makanan yang bergizi. Selain itu asuh juga mencerminkan kebutuhan fisik biomedis lainnya yang meliputi perawatan kesehatan primer seperti imunisasi, papan, hygiene dan sanitasi, sandang, kesegaran jasmani dan rekreasi.
3) Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih serta pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai.
Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan kebersihan lingkungan besar pengaruhnya terhadap pengasuhan anak. Demikian juga pengasuhan anak yang baik memerlukan pelayanan kesehatan yang baik seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan ksehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, dan rumah sakit. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan kelurga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan dan gizi, makin kecil risiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi termasuk KEP. Keterjangkauan dan ketersediaan keluarga terhadap air bersih sangat berhubungan erat dengan kebersihan lingkungan. Kesadaran akan kebersihan lingkungan yang meliputi higiene perorangan/ personal hygiene dan sanitasi lingkungan yang masih kurang, menjadi penyebab kekurangan gizi di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia (Nency dan Tohar, 2005).

Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar