Pengertian PerilakuPerilaku menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2005b:43-44), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus → Organisme → Respons, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R”. Berdasarkan teori S-O-R tersebut, perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku tertutup (Covert Behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Contoh : Ibu hamil tahun pentingnya periksa hamil untuk kesehatan bayi dan dirinya sendiri (pengetahuan), kemudian ibu tersebut bertanya tetangganya di mana tempat periksa hamil yang dekat (sikap).
b. Perilaku terbuka (Overt Behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”. Contoh : seorang ibu hamil memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas atau Bidan praktik.
Secara terperinci, perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya. Gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosial budaya masyarakat, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003b:163). Sedangkan yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya pengetahuan, kepercayaan, sikap, orang penting sebagai referensi, sumber-sumber daya (resources) serta kebudayaan (Notoatmodjo, 2003b:169).
Menurut Skiner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003b:117-118), perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan. Salah satu klasifikasi dari perilaku kesehatan adalah perilaku kesehatan lingkungan yang dapat diartikan sebagai bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. Sedangkan menurut Sarwono (1997:1), perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003b:128). Pengukuran perilaku paling baik adalah secara langsung, yaitu mengamati tindakan dari subjek dalam rangka memelihara kesehatannya (Notoatmodjo, 2005b:59).
Teori Determinan PerilakuMenurut Snehandu B. Kar yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003b:166), perilaku merupakan fungsi dari :
a. niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention)
b. dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support)
c. adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessebility of information)
d. otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusa (personal autonomy)
e. situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation)
Tim Kerja dari WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003b:164) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya alasan pokok. Pemikiran dan perasaan (thoughts dan feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan). Banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh sebab itu perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda.
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi, dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku1. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki seseorang memainkan peranan penting di dalam pekerjaan/jabatannya, cara-cara penerimaan dan penyesuaian sosialnya, pergaulannya, dan sebagainya (Purwanto, 2003:159). Pengetahuan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2003b:121). Pengetahuan yang didapat dari hasil belajar kepada lingkungan selama perjalanan hidupnya akan mendasari seseorang untuk dapat menginterpretasikan sesuatu objek dan dijadikan acuan baginya untuk bertindak terhadap objek tersebut, yang terlihat sebagai perilaku sehari-hari (Munir, 1997:8).
2. Kepercayaan
Kepercayaan secara umum bermaksud akan benarnya terhadap perkara dan merupakan satu keyakinan akan sesuatu (Anonim). Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya, wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan (Notoatmodjo, 2003b:167).
3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat secara langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Newcomb, seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003b:124-125). Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi tertentu (Sarwono, 1997:2).
Sikap tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang obyek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1997:2).
4. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang, lebih-lebih perilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting sering disebut kelompok referensi (reference group), antara lain guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003:168-169).
5. Sumber-sumber daya (resources)
Sumber daya di sini mencakup fasilitas-fasilitas, uang, tenaga, waktu, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruh sumber-sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. Misalnya, pelayanan Puskesmas dapat berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan Puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya (Notoatmodjo, 2003b:169).
6. Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain (Anonim). Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya belajar (Koentjaraningrat, 2003:72).
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan pola hidup (way oleh of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia. (Notoatmodjo, 2003b:169). Sistem-sistem nilai dan keyakinan yang berkembang di dalam masyarakat-masyarakat tertentu, ditinjau dari sudut kebudayaan, memisahkan masyarakat-masyarakat itu dari masyarakat-masyarakat yang lain dan dari itu berkembang corak nilai-nilai dan keyakinan yang berbeda-beda (Ahmadi, 2004:201).
Praktek atau Tindakan (Practice)Menurut Notoatmodjo (2003b:127), suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua, dan lain-lain.
Menurut Notoatmodjo (2003b:130), setelah seseorang mengetahui stimulus objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini mencakup hal-hal tersebut di atas, yakni :
a. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit
Tindakan atas perilaku ini mencakup : a) pencegahan penyakit, mengimunisasikan anaknya, melakukan pengurasan bak mandi seminggu sekali, menggunakan masker pada waktu kerja di tempat yang berdebu, dan sebagainya, dan b) penyembuhan penyakit, misalnya minum obat sesuai petunjuk dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, dan sebagainya.
b. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain : mengkonsumsi makan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, dan sebagainya.
c. Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan
Perilaku ini antara lain mencakup : membuang air besar di jamban (WC), membuang sampah di tempat sampah, menggunakan air bersih untuk mandi, cuci, masak, dan sebagainya.